Brebes – KeSEMaTONLINE. KeSEMaT kembali mangroving bersama Yayasan IKAMAT, Yayasan KEHATI dan KMPHP Mangrove Sari. Kali ini, mangroving dilakukan untuk mengetahui penyerapan karbon ekosistem mangrove di wilayah Dukuh Pandansari, Brebes. Kegiatan ini berlangsung selama empat hari, dimulai dari 21 – 24 November 2020.
“Kawasan Mangrove Sari merupakan salah satu tempat wisata bertemakan mangrove di Dukuh Pandansari, Brebes,” ungkap Sdr. Bangkit, selaku Ketua KMPHP. “Dalam rangka meningkatkan daya tarik wisatawan, kami akan mengembangkan informasi yang dapat berguna sebagai media pembelajaran dan pemanfaatan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka kami berkolaborasi dengan Yayasan IKAMaT dan KEHATI yang akan meneliti perkembangan nilai karbon dan analisis vegetasi mangrove di sini,” ungkapnya lebih lanjut.
Dalam riset ini, pengambilan data dilakukan pada lima lokasi stasiun yang berbeda. Setiap stasiun ditentukan dari usia pohon mangrove yang ditanam, yakni pada usia 3, 6, 9, 12 dan 15 tahun.
Hari pertama di Brebes, dilakukan sosialiasi mangrove kepada para pemuda dan warga desa setempat. Sosialisasi ini dilakukan oleh Bpk. Rudhi Pribadi (Pembimbing).
“Sosialisasi bertujuan untuk mengenalkan kepada warga dan kaum pemuda, khususnya Karang Taruna Dukuh Pandansari akan mangrove, yang nantinya mereka akan meneruskan perjuangan para pendahulunya yang sudah menjaga hutan mangrove Pandansari, sampai bisa seperti sekarang ini,” jelas Bpk. Rudhi.
Setelah melaksanakan sosialisasi, acara dilanjutkan dengan praktik pengambilan sampel karbon dan data analisis vegetasi oleh tim ahli mangrove dari Yayasan IKAMaT dan KeSEMaT.
Proses pengambilan sedimen menggunakan bor gambut.
“Di hari kedua ini, kami melakukan pengambilan data di tiga stasiun. Ketiga stasiun ini kami pilih dari usia yang paling tua, yakni usia 15 tahun pada stasiun 1, usia 12 tahun pada stasiun 2 dan usia 9 tahun pada stasiun 3,” kata Sdr. Anggoro Da’an Budi Saputro (Staf MENWIRA). “Di setiap stasiun, kami membentangkan tiga plot yang berbeda, yang mana pada tiap plot dilakukan pengambila data analisis vegetasi dan sampel sedimen,” katanya lebih lanjut.
Sebagai informasi, data pengamatan yang diambil, antara lain keliling batang, tinggi pohon, jenis spesies pohon, tebangan, sampah, kualitas perairan dan tutupan kanopi dengan menggunakan teknik hemispherical photography. Sementara itu, pada pengambilan sampel sedimen karbon, dilakukan menggunakan bantuan alat bor gambut.
“Dalam pengambilan sedimen, maka dilakukan dengan tiga macam kedalaman, yaitu 5-10 cm, 72,5-77,5 cm dan 197,5-202,5 cm. Sampel yang diambil, kemudian harus segera ditutup rapat menggunakan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam plastik ziplock,” ujar Sdr. Frans A. Nainggolan (MENWEBNET). “Hal ini bertujuan untuk menjaga kandungan C dalam sampel agar tidak hilang, atau berkurang saat akan dianalisis di laboratorium,” terangnya lebih lanjut.
Foto bersama tim riset di lapangan.
Pelaksanaan riset pada hari selanjutnya, juga dilakukan perlakuan yang sama, seperti pada hari pertama. Hal ini dilakukan pada stasiun 4 dan 5 yang memiliki usia 6 dan 3 tahun. Kondisi substrat yang terletak di stasiun 4 dan 5 cukup berbeda dengan stasiun sebelumnya, dimana pada stasiun 4 dan 5 substratnya lebih condong ke substrat lumpur berpasir, sehingga sedikit membuat kesulitan tim, dalam berpindah tempat. Kegiatan pengambilan sampel berjalan dengan baik dan lancar dan ditutup dengan foto bersama.
“Mangrove yang terdapat di Desa Kaliwlingi, Brebes cukup luas dan terjaga dengan baik. Tentu, kami berharap ini juga dapat terjadi di seluruh kawasan mangrove yang ada di Indonesia bahkan dunia,” ujar Sdr. Ganis Riyan Effendi, selaku Direktur Utama IKAMaT. (ADM/ADBS/FAN).