Hybrid Engineering
Pada tanggal 5 November 2013, KeSEMaT bersama Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP), mulai aktif melaksanakan diskusi pembangunan Alat Pemecah Omba (APO) berkonsep Hybrid Engineering (HE) dari Belanda, bersama masyarakat desa Timbulsloko, Kabupaten Demak.

KeSEMaT yang diwakili oleh Sdr. Arief Marsudi Hardjo (IKAMaT), Sdr. Amrullah Rosadi (Presiden), dan Sdri. Vera Chandra Puspita Sari (MENPUSMAT) bersama dengan Sdr. Apri Susanto, S.Pi. dan Sdri. Etwin Kuslati Sabarani, S.Pi, M.Sc serta Bpk. Joni Trio, seorang ahli psikologi sosial masyarakat dari WI-IP, secara intensif melakukan pendekatan dengan warga pesisir Demak.

Diskusi tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinlutkan Kabupaten Demak, Bpk. Suharto. Diskusi HE dilaksanakan di rumah Kepala Desa Timbulsloko, Bpk. H. Nadhiri. Diskusi dihadiri oleh beragam latar belakang masyarakat dari berbagai dukuh di Desa Timbulsloko.

Adapun diskusi tersebut bertujuan untuk mengajak peran serta warga pesisir Demak terhadap manfaat dibangunnya konstruksi HE di desa mereka. Diskusi tersebut dipimpin oleh Bpk. Joni Trio dan dimoderatori oleh Bpk. Suharto. Dalam diskusi, dibahas bermacam-macam hal, antara lain, sejarah abrasi yang mulai melanda desa tersebut, manfaat mangrove sebelum adanya abrasi, nilai sosial desa di mata masyarakat, dan lain sebagainya.

Harapannya, masyarakat bisa menjaga konstruksi HE atau yang mereka sebut APO.

Konstruksi bangunan HE tahap pertama dan kedua telah selesai dibangun di Dusun Bogorame, Desa Timbulsloko, Kabupaten Demak. Masyarakat desa tersebut mulai merasakan dampak positif dari berdirinya tembok laut permeabel tersebut.

Laju sedimentasi di sekitar konstruksi mulai meningkat dan tampak beberapa rumah terlindung dari terpaan gelombang tinggi. Selain itu, masyarakat juga memulai uji coba untuk menanam mangrove di dalam konstruksi APO kayu tersebut, dimana propagul yang ditancapkan di dalam konstruksi HE, terlihat tumbuh dengan baik.

Diperkirakan propagul tersebut dapat tumbuh dengan baik di dalam konstruksi, karena laju sedimentasi yang lebih stabil dan perlindungan yang optimal dari gelombang.

HE merupakan konsep inovatif yang berusaha bekerja sama dengan alam untuk mengembalikan proses hilangnya sedimen, bukan melawannya. Saat ini, banyak ditemukan pantai Indonesia yang tererosi secara dramatis.

Konversi hutan mangrove menjadi tambak ikan atau udang telah menyebabkan hilangnya fungsi perlindungan pesisir. Di Timbul Sloko misalnya, garis pantai telah hilang antara 200 – 900 meter antara tahun 2003 – 2012.

Di daerah ini, tambak telah hilang, pemukiman penduduk tergenang air laut dan insfrastruktur penting rusak parah. Umumnya praktisi pesisir mencoba untuk melawan erosi pantai dengan bangunan keras, semisal APO beton.

Padahal, hal tersebut mengakibatkan terganggunya keseimbangan pantai. HE memiliki struktur yang terbuat dari kayu dan ranting-ranting yang di-design khusus oleh engineer Belanda. HE memungkinkan dilalui oleh air dan lumpur, mampu memecahkan namun tidak memantulkan gelombang, sehingga sedimen dapat terperangkap di dalamnya.

Bangunan yang menganut sistem perakaran mangrove ini, dalam jangka panjang akan ditanami oleh mangrove setelah sedimennya terkumpul. Sampai dengan artikel ini ditulis, konstruksi HE sudah dibangun di Demak oleh warga setempat, dengan pengawasan langsung dari Tim KeSEMaT.

Semoga saja, dengan adanya pilot project HE ini, maka akan memberikan alternatif pengetahuan baru bagi pembangunan mangrove dan pesisir di Indonesia. (ADM).